Imajinasi liar memang milik seniman kreatif. Setidaknya, mereka bisa memadukan banyak hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Termasuk menciptakan rekayasa foto yang mengkombinasikan gambar berbagai hewan dengan aneka buah-buahan. Penasaran? Inilah gambarnya:
1. Pisang dengan ikan
2. Apel dengan Ikan koki
3. Kaktus dengan iguana
4. Jamur dengan ular
5. Bawang dengan laba-laba
6. Strawberry dengan kodok
7. Melon dengan kura-kura
Minggu, 17 Juli 2011
Selasa, 12 Juli 2011
Cerpen Mimpi si mutiara hitam karya Adika abdul aziz
Waktu masih mennujukkan pukul 2 malam, orang-orang masih tertidur lelap, tapi berbeda denganku, aku harus segera bangun dan mandi sebelum aku pergi ke sekolah. Karena sekolah ku sangat jauh dari rumahku. Untuk mencapai sekolahku, aku harus menempuh perjalanan selama dua setengah jam. Itu juga kalau aku berlari, dan klau lagi beruntung tidak ada rintangan yang menghadang selam perjalanan menuju sekolahku. Tapi, niatku untuk bersekolah tidak pernah surut. Walaupun jalan yang dutempuh sangatlah ekstrim dan tidak semua orang mampu melaluinya.
Aku harus memanjat bukit, menuruni bukit, menyeberangi sungai yang airnya sangat deras. Desaku memang ada di pelosok provinsi Papua, dan itu hanya satu-satunya jalan alternatif untuk menuju sekolahku dan pastinya membuat aku selalu kelelahan. Namun, rasa lelah tersebut tidak terasa karena ada sahabatku yang selalu menemani aku setiap hari.
“ Simon, simon, ayo berangkat ! sudah mau pagi nih ! ” teriakku di depan rumahnya
“ Iya bentar, tunggu ya ! ” jawab Simon keras
“ Cepetan ya ! ” teriakku lagi
“ Iya, iya ! bentar ! ” teriak Simon
Setelah aku menunggu lama, diapun keluar...
“ Ayo, cepat ! ” kata Simon
“ Okelah,” jawabku
Selama perjalanan kami selalu berbincang-bincang mengenai pelajaran, tak terasa kami telah sampai di tempat kami menuntut ilmu, SD Kartesius Merauke. Dan bel masuk pun berbunyi.... teng... teng.. teng...
“ Anak-anak masuk ! ” teriak pak Paulus, guru Matematikaku
Kami pun segera bergegas masuk ke kelas dan hari ini dalah pelajaran yang aku sukai, ya, Matematika.
“ Selamat pagi anak-anak ! ” kata pak Paulus
“ Selamat pagi pak ! ” teriak anak-anak
“ Siapa yang tidak berangkat hari ini ? ” tanya pak Paulus
“ Tidak ada pak ! ” jawab anak-anak kompak
“ Baguslah, hari ini kita ulangan, dah siapkan kalian semua ? sudah belajar kan tadi malam ?” kata pak Paulus
Sebagian anak merasa kebingungan termasuk aku dan temanku Simon, semalam kami tidak belajar dan sekarang malah ulangan mendadak. Tapi seperti biasa, kelas kita selalu kompak, jadi setiap ada ulangan, pasti kelas kita selalu berkerjasama alias menyontek….
“ Simon, bagaimana ini ? padahal kita belum belajar semalam ? tapi malah ulangan mendadak kaya gini ? ” tanyaku kebingungan
“ Sudah, tidak apa-apa, kamu tahu sendiri kan kelas kita selalu kompak untuk menyontek, tenang saja, kita akan berkerjasama ” jawab Simon sambil tersenyum
Aku menganggukkan kepala, tapi tetap saja aku khawatir, bagaimana nanti kalau ketahuan? Bisa gawat donk, tapi aku tetap optimis, aku yakin akau pasti bisa. Ulanganpun dimulai, seperti biasa, baru soal pertama saja, semua siswa dikelasku sudah ribut menyontek satu sama lain….
“ Simon, nomor 2, cepet !! ” Tanya Belinda, salah satu teman wanita di kelasku.
“ B !! ” jawab Simon pelan
“ Huss, Simon, jangan keras-keras !! ” Kataku
“ Hiiihh… iya-iya ” Jawab Simon
“ Nah kaya gitu, huss, nomor 5 apa ? ” Tanyaku
“ C !! terus apa lagi ? ” Tanya Simon
“ Nomor 7, cepet !! ” Tanyaku
“ A !! ” Jawab Simon
“ Ehemm… ehemm… !!! ” Suara pak Paulus sedikit menyindir
“ Waduh, gawat nih… ? ” kataku
“ Simon !!! Alberto !!! Keluar dari ruangan dan hormat kepada merah putih sampai pulang sekolah !! Cepat !! ” teriak pak Paulus marah
“ Ba…baik pak… !!! ” jawab kami berdua
Kami pun segera keluar dari ruangan, dan hormat kepada bendera merah putih yang ada di lapangan upacara sekolah kami. Suasana yang panas, membuat kami mengeluarkan banyak keringat di tubuh, tapi inilah resiko-nya, kami harus sabar menghadapinya. Lalu Simon berkata..
“ Gara-gara kamu sih Alberto, aku jadi kena hukumannya ” Kata Simon marah
“ Maaflah Simon, mungkin memang kita harus belajar dengan giat, jangan Cuma menyontek saja, lagipula nilai hasil nyontek itu kan kurang memuaskan bagi kita ” Kataku
“ Memang betul itu ! ” kata pak Paulus tiba-tiba
“ Pak Paulus ? ” kata kami heran
“ Menyontek itu perbuatan licik, sebaik-baiknya nilai adalah nilai hasil kerja sendiri, bukan hasil menyontek, buat apa kalian ganteng, kalau otak kalian itu bodoh, kan jadi tidak ada artinya, iya kan ? ” Kata pak Paulus
“ I, iya sih pak… ” jawab kami berdua
“ Sudah, mulai sekarang kalian jangan menyontek lagi ya ? Biasakanlah berbuat jujur, jujur itu tidak selalu hancur kok ! Tuhan malah tambah sayang sama kita, kalau kita berbuat jujur, sudah sekarang kembali ke kelas, kasihan kalian nanti malah pingsan gara-gara berdiri di tengah panasnya terik Matahari, ” kata pak Paulus sambil memegang pundak kami berdua
“ Baik pak, mulai sekarang kita tidak akan menyontek lagi, kita akan selalu berbuat jujur, terima kasih atas sarannya pak ! ” jawab kami berdua
“ Iya, sama-sama, sudah sekarang cepat masuk, sudah semakin panas ! ” kata pak Paulus
“ Baik pak ” Jawab kami berdua
Kami pun kembali ke kelas, dan mulai hari itu, kami selalu berbuat jujur, karena jujur itu tidak selalu hancur, jujur itu membawa kita menjadi lebih baik lagi. Siangnya, kami berdua bermain bersama dan disaat itu kami berjanji akan selalu bersama dalam menggapai cita-cita kami berdua, menggapai mimpi-mimpi kita walau berbagai rintangan yang menghadang kita. Tapi kita akan terus semangat dan tidak akan pernah putus asa.
“ Simon, waalupun kita miskin, tapi hati kita tetap kaya, kaya akan semnagat yang membara, kita akan menggapai kita bersama , kawan… ” kataku
“ Baiklah kawan, apapun yang terjadi, kita akan selalu bersama… ” jawabnya sambil tersenyum
Lalu, tiba-tiba sebuah pesawat terbang melintas di atas bukit, lalu Simon berkata...
“ Hei lihat kawan, ada pesawat lewat, ayo kita kejar pesawat itu seperti kita mengejar mimpi kita, ayo kawan ! ” kata Simon.
“ Baik, ayo kita kejar kawan ! ” kataku.
Kami pun terus mengejar, sesekali aku mulai kelelahan, tapi Simon terus menyemangatiku untuk tidak menyerah. Tak terasa, hari sudah semakin sore, kami pun pulang ke rumah masing. Malam itu, kami mulai belajar giat, dan bermimpi menjadi orang sukses di kemudian hari. Kami ingin menjadi kebanggaan orang tua, dan kami percaya, mimpi bisa bakal tercapai jika kita mau berusaha dengan sungguh-sungguh dan selalu siap dalam menghadapi berbagai rintangan yang menghadang.
Paginya, seperti biasa, aku selalu berangkat ke sekolah dengan teman terbaikku, Simon. Tapi tidak tahu kenapa, tiba-tiba turun hujan yang sangat deras. Jalan yang kami lalui semakin licin. Bahkan beberapa kali kami terjatuh, tapi kami tetap terus melanjutkan perjalanan. Hingga kami tiba di sungai deras yang biasa kami lewati, kau sedikit takut untuk menyeberang sungai sederas ini di tengah hujan yang juga semakin deras. Tapi Simon tetap ingin melanjutkan perjalanan, karena hari yang sudah semakin pagi, dan kami bisa terlambat di sekolah jika tidak melanjutkan perjalanan kami.
“ Simon, tunggu dulu, sungai ini sangat deras, kita tidak mungkin bisa melewati sungai ini di tengah hujan yang sangat deras ini ! ” Kataku ketakutan
“ Alahh.. ayolah jangan takut, kita pasti bisa menyeberang sungai ini, percayalah padaku, lagipula waktunya sudah semakin pagi, perjalanan kita masih jauh, nanti kita bisa terlamabat di sekolah.” Kata Simon meyakinkanku
“ Baiklah, kawan, pegang tanganku kawan, ” kataku sambil menjulurkan tanganku
“ Baiklah,” jawab Simon sambil memegang tanganku
Struktur sungai yang dipenuhi bebatuan yang licin karena diguyur hujan menjadi kami selalu terpeleset. Dan disaat kami ditengah-tengah sungai, hujan semakin deras, aliran air sungai juga semakin deras. Dan tiba-tiba Simon terpeleset dan langsung tebawa arus sungai yang deras, tapi aku selalu memegangi tangannya agar tidak terlepas dariku. Tapi aku sendiri juga tidak kuat melawan arus sungai yang semakin deras. Akupun ikut terpeleset, dan kami terbawa aliran arus sungai itu. Aku melihat Simon sudah tidak berdaya lagi, kepalanya penuh dengan darah karena kepalanya terbentur bebatuan sungai yang keras. Dan tiba-tiba tangannya terlepas dari genggaman tanganku lalu disaat itu juga di berkata…
“ Jangan pernah menyerah untuk menggapai mimpimu kawan…” kata Simon
“ Simoooonnnn !!! ” teriakku sedih
Aku segera memegangi tangan Simon di tengah arus sungai yang deras. Dan membawa Simon agar segera ke tepian sungai. Sesampainya di tepian, Simon sudah berdaya lagi, tubuhnya pucat dan kaku. Dan akhirnya dia meninggal karena tidak bisa menahan rasa sakit yang dideritanya karena kepalanya terbentur bebatuan sungai. Aku merasa sedih sekali, akupun segera mencari orang terdekat yang sedang ada didekat sungai itu, dan bertemulah aku dengan bapak tua yang sedang mencari kayu dihutan. Akupun segera menemui bapak itu agar bisa menolong aku membawa jasad Simon untuk dibawa ke rumahnya.
“ Pak, tolong pak, tolong saya ! ” Kataku memohon
“ Kenapa nak ? kenapa bajumu basah sekali nak ? ada apa sebenarnya ? ” tanya Bapak tua itu.
“ Aku dan temanku terbawa arus sungai saat kami mau menyeberang, tapi temanku sekarang sudah meninggal karena tidak kuat menahan rasa sakit karena darah yang terus mengucur dikepalanya, tolong pak, antarkan jasad teman saya ke rumahnya pak ! aku mohon… ” kataku sambil bersimpuh memohon pada bapak tua itu.
“ Baiklah, saya akan antarkan jasad temanmu itu, tapi karena saya sudah tua, dan tidak bisa mengangkat yang berat-berat lagi, kita buat tandu dulu untuk membawa temanmu itu ” kata bapak tua itu sambil tersenyum kepadaku.
“ Baik pak, terima kasih sebelumnya pak ” kataku sambil sedikit tersenyum padanya.
“ Iya, sama-sama, ayo kita cari bahan-bahan untuk membuat tandunya ” kata bapak tua itu
Kamipun segera mencari bahan-bahan untuk membuat tandu. Setelah sekitar tiga puluh menit, tandunya pun sudah jadi. Aku dan bapak itu segera membawa jasad Simon ke rumahnya. Jalan yang licin membuat kami kesusahan dalam membawa jasad Simon. Kami selalu terpeleset, tapi kami terus melanjutkan perjalanan kami. Dan tibalah kami di rumah Simon, sesampainya disana, orang-orang didesa kami heran dan merasa tak percaya kalau Simon meninggal, tapi itulah takdir yang memang tidak bisa diubah lagi. Ibu Agatha, ibunda dari Simon menangis dan tak percaya kalau anaknya meninggal dunia…
“ Simooonnnn… !!! kenapa kau cepat sekali meninggalkan ibu ?? ” teriak bu Agatha sambil menangis di depan jasad anaknya.
“ Sabar bu, aku turut berduka cita, atas ini bu, semoga dia bisa diterima disisi-Nya ” kataku sambil memegang pundak bu Agatha.
“ Terima kasih ya Alberto, kamu memang teman yang terbaik anakku.” Kata bu Agatha sedih
“ Sama-sama bu ” jawabku sambil sedikit menangisi sahabat terbaikku.
Malam setelah kejadian itu, aku tidak bisa tertidur karena masih memikirkan sahabatku itu, akupun juga tak percaya, kalau sahabatku begitu cepat meninggalkanku. Tapi aku teringat kata-kata terakhir sahabatku itu, yaitu aku harus tetap semangat dan siap menghadapi berbagai rintangan yang menghadang dalam menggapai semua mimpi-mimpiku. Selama beberapa hari setelah kejadian itu, aku tidak berangkat sekolah karena aku masih trauma dengan kejadian itu. Selama hari itu, aku terus menangisi sahabat terbaikku, merenung, dan berdiam diri di kamar.
Dan pada suatu malam, aku bermimpi bertemu dengan Simon, lalu dia berkata…..
“ Kawan, janganlah kau terus menangisi aku, biarakan aku tenang disini, janganlah kamu menyerah begitu saja hanya karena aku, kembalilah ke sekolah, cari ilmu sebanyak-banyaknya, tapi janganlah kamu sombong setelah kamu menjadi cerdas dan sukses, tetaplah semangat dalam menggapai mimipi-mimpimu, jangan menyerah sampai disini…. ” kata Simon
Lalu aku terbangun dari tidurku dan aku langsung bergegas mandi untuk berangkat ke sekolah. Kata-kata dari Almarhum Simon itu membuat aku bersemangat dalam bersekolah. Terbukti, aku selalu rangking 1 di setiap tes semesteran di sekolahku. Hingga saat aku kelas 6 dan aku telah menjalani Ujian Nasional, ternyata nilai Ujian Nasionalku menjadi nilai yang tertinggi di provinsi Papua. Orang tuaku bangga sekali terhadap hasil yang kudapatkan, begitu juga, guru-guruku.
Karena nilai Ujian Nasional itulah, aku mendapat beasiswa sekolah gratis di SMP terbaik di Jakarta. Tapi, hati ini tidak ingin meninggalkan tanah Papua yang sudah memberikan kenangan kepadaku. Tapi ibuku, bapakku, guruku, dan semua teman-temanku mendukungku untuk bersekolah di Kota Metropolitan Jakarta, mereka memberi semangat kepadaku agar bisa mengharumkan nama orang tua, dan Papua.
Disana, aku bertemu teman-teman baruku yang kaya-kaya, diantara mereka ada yang pemalu dan suka menyendiri, dialah Panji. Dia adalah peraih nilai Ujian Nasional terbaik se-provinsi Jogja. Memang, semua peraih nilai Ujian Nasional terbaik di semua provinsi di Indonesia dikumpulkan disini untuk bersekolah gratis disini. Pada mulanya, aku sendiri sedikit agak minder, karena aku ini satu-satunya murid yang mempunyai kulit paling hitam sendiri. Tapi untungnya, mereka semua bisa memahami keadaanku.
Diantara semua teman-temanku, aku jauh lebih akrab dengan Panji, walaupun kita berbeda suku dan agama, tapi kita tetap akrab. Mungkin, Panji adalah hadiah tuhan untukku, untuk menemani hari-hariku, dan sebagai pengganti sahabat terbaikku, Markus Simon. Hari-hari kulewati dengan Panji, hingga pada liburan semester, aku diajak Panji untuk berkunjung ke rumah Panji di Jogja…
“ Assalamu’alaikum, mak ! (Assalamu’alaikum, bu!)” kata Panji memanggil ibunya
“ Wa’alaikum salam nduk, lah kowe wis bali toh nduk ? (Wa’alaikum salam nak, kamu sudah pulang nak?)” tanya bu Roro, ibunda Panji
“ Iya kiye mak, mak kenalna, kiye kancaku kit Papua, jenenge Petrus Alberto Pariwari, apa mamake bisa ngundang bae Alberto (Iya ini bu, bu kenalin nih, temanku dari Papua, namanya Petrus Alberto Pariwari, atau ibu bisa memanggilmya Alberto saja)” Kata Panji
“ Ohh, Alberto ya jenenge, aku mamake Panji (Ohh, Alberto ya namanya, aku ibunya Panji)” Kata Roro
“ Hey Alberto, tahu gak artinya ? ” tanya Panji kepadaku
“ Aku tidak tahu… ” kataku malu
“ Artinya itu, ibuku senang berkenalan denganmu, kenalin ini Ibuku ” kata Panji
“ Ohh, ya maaf, aku tidak tahu, hehe ” kataku sambil tersenyum
“ Mamak arep gawe wedang sit ya nggo batirmu kuwi (Ibu mau membuat minuman dulu ya buat temanmu itu)” kata bu Roro
“ Iya mak, sing anget ya mak ? (Iya bu, yang hangat ya bu ?)” kata Panji
“ Iya-iya nduk, (iya-iya nak)” kata bu Roro
Setelah lama menunggu, ibu Roro datang dengan membawa nampan yang berisi 2 cangkir teh hangat dan beberapa kaleng biskuit.
“ Niki nduk, unjukane… (ini nak minumannya…)” kata bu Roro sambil tersenyum kepadaku.
“ Terima kasih bu… ” kataku sambil tersenyum malu.
“ Sami-sami nduk, monggoh diunjuk rumiyin, mumpung tesih anget… (sama-sama nak, silakan diminum dulu, mumpung masih hangat) ” kata bu Roro.
“ Iya bu… ” jawabku sambil tersenyum.
Sambil meminum teh hangat buatan bu Roro, aku berbincang-bincang dengan semua anggota keluarganya, ya walaupun aku tidak paham sekali dengan Bahasa Jawa mereka, tapi aku tetap senang jika bersama dengan keluarga teman baruku ini. Aku jadi teringat keluargaku yang hidup di hutan belantara di Papua sana. Aku sesekali menteskan air mataku mengingat keluargaku yang tidak sebahagia keluarga ini.
“ Kenapa kau menangis Alberto ? ” tanya Panji keheranan.
“ Ah tidak ada apa-apa, aku hanya teringat keluargaku disana, keluargaku miskin, yang jauh dari bahagia…” kataku sambil mengusap air mataku.
“ Jangan berkata seperti itu kawan, walaupun keluargamu sederhana dan miskin, tapi kamulah harapan keluargamu, hanya kamu yang bisa membuat keluargamu menjadi bahagia dan serba kecukupan, kejarlah cita-citamu, buat mereka bahagia terhadap apa yang kau raih… ” kata Panji sambil tersenyum kepadaku.
“ Terima kasih Panji atas sarannya… ” jawabku sambil tersenyum.
“ Sudah, sekarang kau minum tehnya dulu, tenangkan pikiranmu sejenak, fokus terhadap
Mimpi-mimpi yang ingin kau raih… ” kata Panji.
“ Baiklah kawanku… ” kataku.
Hari sudah semakin siang, suara adzan dzuhur terdengar dari Masjid yang ada disamping rumah Panji…
“ Alberto, aku sholat dzuhur dulu ya… ” kata Panji.
“ Baiklah, tapi… ” kataku sambil ragu.
“ Tapi apa Alberto? ” tanya Panji penasaran.
“ A, aku boleh ikut kamu ke masjid gak? Ya walaupun hanya diluar Masjid juga tidak apa-apa kok Panji… boleh kan ? ” kataku sambil memohon kepada Panji.
Dia hanya tersenyum, lau dia berkata…
“ Tentu boleh donk Alberto, asal mau menghargai orang yang mau beribadah saja..” kata Panji sambil tersenyum.
“ Baik lah Panji, terima kasih sebelumnya ya Panji… ” kataku sambil tersenyum
“ Iya sama-sama, aku mau wudhu dulu ya… ” kata Panji.
“ Iya Panji… ” kataku.
Panjipun pergi ke kamar mandinya untuk berwudhu, lalu dia kembali lagi dengan berpakaian seperti layaknya ustadz. Kami pun pergi ke Masjid, dan seperti yang aku katakan, aku hanya menunggunya diluar Masjid. Diluar Masjid, aku terus dipandangi oleh orang-orang yang ada di desa Panji. Mereka tampak heran dengan kehadiranku di desa ini. Aku hanya tertunduk malu sambil sesekali melihat jalannya sholat Dzuhur di Masjid.
Setelah sekitar 20 menit kemudian, Panji pun keluar dari Masjid….
“ Ayo Alberto, aku sudah selesai, ayo kita pulang ke rumahku… ” katanya sambil menjulurkan tangannya kepadaku.
“ Iya, tapi… ” kataku sambil ragu.
“ Tapi apa lagi Alberto ? ” kata Panji keheranan.
“ Boleh tidak kalau aku masuk Islam ? aku ingin sekali masuk Islam… boleh ya… ” kataku sambil memohon kepada Panji.
Dia kembali tersenyum kepadaku, lalu dia berkata…
“ Alberto, siapapun orang di dunia ini, boleh kok masuk Islam, jika kamu memang benar-benar masuk Islam, boleh-boleh saja kok, asal kamu jangan lupa untuk menjalankan syariat-syariat Islam ya… ” katanya memegang bahuku.
“ Baik Panji, aku akan menjalankan syariat-syariat Islam tersebut… ” kataku bersemangat.
“ Ayo, ke tempat wudhu Masjid dulu, aku ajarin wudhu dahulu sebelum masuk Masjid.. ” katanya.
“ Ayo Panji… ” kataku sambil tersenyum.
Lalu kami berwudhu dahulu di temapat wudhu di Masjid. Dia menagajariku cara berwudhu yang benar, akupun mulai memahami apa yang dia ajarkan kepadaku. Selesai Wudhu, kami mulai memasuki Masjid. Saat aku memasuki masjid, hatiku merasa tenang, damai dan indah sekali seperti aku terkena hembusan angin pegunungan yang sejuk. Lalu dia mengajakku duduk untuk membaca dua kalimat syahadat sebagai tanda bersedia untuk masuk agama Islam. Dia pun mulai mengajariku cara membaca dua kalimat Syahadat tersebut…
“ Ikutin aku ya, Asy hadu alla ilaha illalloh, Wa asy hadu anna muhammadarrosululloh. ” kata Panji.
“Asy hadu alla ilaha illalloh, Wa asy hadu anna muhammadarrosululloh… ” kataku sambil agak sulit membaca dua kalimat Syahadat itu.
Lalu dia tersenyum kepadaku, dan dia berkata…
“ Sekarang kamu telah masuk Islam, dan sekarng kamu wajib untuk menjalankan Syariat-syariat Islam, dan kamu tahu air dari dua kalimat Syahadat tadi ? ” tanya Panji
“ Tidak Panji, aku kan dulunya orang Kristen, mana aku tahu arti dua kalimat Syahadat itu ? Aku juga baru dengar sekarang… ” kataku kebingungan.
“ Artinya itu, Tiada tuhan selain Alloh, dan Muhammad utusan Alloh...” katanya sambil tersenyum.
“ Ohh, hehe, ya mohon dimaklumi lah, aku memang tidak tahu sebelumnya… hehe… ” kataku sambil tersenyum malu.
“ Iya, tidak apa-apa kok, ayo kita sholat Dzuhur, aku akan ajarin kamu bagaimana caranya sholat itu dengan baik dan benar… ” katanya.
“ Ayo… ” kataku.
Lalu dia mulai mengajariku bagaimana caranya sholat dengan baik dan benar. Setahap demi setahap langkah-langkah sholat mulai kupahami. Sejak saat itu, aku mulai menyukai dan mencintai Islam. Dan setiap malam, dia selalu mengajakku mengaji di rumah pak Kyai-nya. Walaupun aku masih agak sulit untuk membaca Al-Qur’an, tapi aku senang dan menyukai Al-Qur’an. Sejak aku masuk agama Islam, hari-hariku menjadi lebih indah dan bersemangat. Mungkin memang ini adalah agama yang baik dan cocok untukku.
Tak terasa, liburan sekolah ini sudah berakhir. Tapi pada liburan sekolah kali ini, aku merasa puas sekali karena aku bisa bermain dengan teman baruku dan bisa masuk agama Islam. Hari pertama masuk sekolah setelah liburan menjadi aku lebih bersemangat dalam belajar. Dan Prestasiku juga mulai meningkat, aku selalu mendapat rangking 1 dalam kelasku, bahkan aku juga mendapat rangking 1 paralel. Sesuatu yang snagat membanggakan bagiku.
Sedangkan Panji, Panji hanya bisa mendapat rangking 2 paralel. Karena prestasi kami tersebut, kepala sekolah kami mengirimkan kami untuk mengikuti Olimpiade Matematika Internasional yang tahun ini digelar di negeri sakura Jepang setelah proses seleksi yang sangat ketat dan berhasil menyaingi anak-anak jenius dari seluruh provinsi di Indonesia. Disana, siswa–siswa jenius dari seluruh dunia pun berkumpul untuk menjadi juara Olimpiade Matematika tersebut. Dan persainganpun semakin ketat. Aku mulai ragu dengan Olimpiade ini, bagaimana jika aku tidak menang dalam Olimpiade ini ? lalu, Panjipun berkata kepadaku…
“ Kenapa kamu Alberto ? Kok kamu kelihatan gelisah sekali ? ” tanya Panji keheranan
“ Aku hanya gelisah jika kita tidak menang dalam olimpiade ini Panji… ” kataku gelisah.
“ Jangan gelisah kawan, percayalah kalu kita akan memenangkan olimpiade ini. Kalau atau menang bukan masalah, yang terpenting adalah asal kita sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Indonesia, sudah sekarang kamu tenangkan pikirna kamu dulu, fokuskan pikiranmu untuk olimpiade ini… ” kata Panji sambil tersenyum kepadaku.
“ Baiklah Panji… Semangat ! kita pasti menang ! ” kataku sambil tersenyum kepadanya.
“ Iya, semangat ! ” katanya.
Akupun menjadi lebih bersemangat dalam mengikuti Olimpiade Matematika Internasional itu. Setelah kami melalui persaingan yang ketat itu, akhirnya hasilnya pun tidak mengecewakan kami. Kami berdua berhasil menyabet medali emas dalam ajang bergengsi tersebut. Kami pun merasa senang sekali telah memenangkan olimpiade ini. Dan kami pun segera ke Masjid terdekat untuk sujud syukur kepada Alloh SWT atas prestasi kami ini.
Tiga tahun sudah aku menempuh sekolah di SMP, aku dan Panji mendapat tawaran untuk bersekolah di salah satu SMA terbaik di Amerika Serikat. Namun ini bukan sekedar program pertukaran pelajar, kami memang mendapat beasiswa bresprestasi untuk bisa bersekolah gratis di negeri Paman Sam tersebut. Alangkah senangnya hati ini, dan mimpi-mimpiku mulai terwujud satu persatu.
Namun perjuanganku selama ini tidaklah mudah, banyak rintangan datang menghadang. Tapi aku tetap tegar dan bersemanagat dalam menggapai mimpi-mimpiku. Dan aku selalu bersyukur kepada Alloh atas rahmat yang Alloh berikan kepadaku. Setiap malam Jum’at, aku selalu membaca surat Yasiin untuk teman terbaikku yang sudah tiada, Simon. Dan tak lupa, aku juga mendoakan keluargaku ditanah Papua sana agar selalu di berikan kebahagian, kedamaian, dan selalu dilindungi Alloh.
Selesai SMA, kami mendapat banyak tawaran dari beberapa unversitas terkanal di dunia seperti Oxford, Cambridge, Harvard, dan masih banyak lagi. Tapi, aku dan Panji hanya memilih universitas Harvard sebagai tempat kami menuntut ilmu selanjutnya. Memang, di Universitas ini para siswanya adalah siswa-siswa jenius dari berbagai negara di dunia. Dan persaingan pun semakin ketat, tapi aku dan Panji selalu bersama-sama dalam menjalani semua ini. Disana, kami mengambil Fakultas Komputer dan Sains.
Dan terbukti, setelah beberapa tahun kami menuntut ilmu di Universitas ini, kami pun mendapat gelar Professor. Kami pun sangat senang, terutama aku yang sebelumnya memang memimpikkan untuk mendpat gelar tersebut. Tapi, cita-citaku yang ingin aku gapai adalah Arsitek, maka dari itu aku kembali menuntut ilmu di Universitas yang ada di Amerika yang memiliki fakultas Arsitek. Disana aku selalu mendapat rangking tertinggi dalam kelasku.
Tapi, Panji tidak mau melanjutkan untuk berkuliah lagi. Dia mendapat tawaran untuk bekerja menjadi dosen di salah satu Universitas terbaik di Jepang. Dan aku hanya sendiri untuk kuliah di Universitas ini. Tidak masalah bagiku, yang penting cita-citaku bisa tercapai. Dan terbukti, usahaku tak sia-sia, aku berhasil menjadi arsitek tingkat dunia. Mimpiku kini telah terwujud dan aku telah menemukan cinta pertamaku saat aku berkuliah di Universitas itu. Di adalah Fidela kharisma lubis. Dia memang mahasiswa sepertiku, yang mendapat beasiswa breprestasi untuk bersekolah gratis di luar negeri. Setelah bertahun-tahun aku telah meninggalkan keluargaku di Papua, akupun kembali dengan membawa kekasihku.
Disana, ibuku sangat senang seklai terhadap kedatanganku. Dan aku mengenalkan kekasihku kepada ibuku tercinta…
“ Ibu, aku pulang bu… ” kataku sambil memeluk ibuku.
“ Kamu siapa nak ? ” Tanya ibuku keheranan, nampaknya memang ibuku lupa kepadaku, karena aku telah meninggalkan ibuku bertahun-tahun.
“ Aku Alberto bu, anak ibu… ” kataku sambil sesekali meneteskan air mata
“ Alberto, anakku, kau sudah besar dan sukses nak… ” kata ibuku sambil menangis terharu dan kagum dengan kedatanganku.
“ Iya bu, aku datang bu dan aku sudah sukses seperti yang aku jannjikan bu… ” kataku sambil menangis
“ Alberto, aku bangga kepadamu nak, eh nak, ini siapa nak ? ” tanya ibuku keheranan melihat kekasihku.
“ Ini kekasihku bu, namanya Fidela kharisma lubis, atau ibu bisa memanggilnya Dela… ” kataku sambil memegang bahu Dela.
“ Iya bu, saya Dela, kekasihnya Alberto, saya dari Jakarta bu… ” kata Dela sambil mengajak ibuku berjabat tangan dengannya.
“ Oohh, saya ibunya Alberto, panggil saja saya ibu Marina, ” kata ibuku sambil berjabat tangan dengan Dela.
“ Baik ibu Marina… ” kata Dela tersenyum.
“ Oh iya Dela, mari kita ke makam temanku yang sudah meninggal… ” kataku.
“ Ayo… ” katanya smabil tersenyum kepadaku.
Kami pun tiba di makam teman terbaikku, Simon….
“ Simon, aku telah menepati janjiku untuk menggapai semua mimpi-mimpiku, terima kasih atas semua pengorbananmu selama ini… ” kataku smabil menangis di makamnya.
“ Sudahlah Alberto, jangan menangis lagi, sekarang kita bacakan Yasiin untuknya ya… ” kata Dela sambil memberikan sebuah buku Surat Yassin kepadaku.
“ Baiklah Dela, ” kataku sambil mengusap air mataku dan menerima buku surat Yassin itu.
Kamipun membacakan suarat Yassin itu untuk teman terbaikku ynag sudah tiada, sesekali aku meneteskan air mata karena teringat kejadian yang sangat mengerikan dalam hidupku. Saat aku berpisah dengan teman terbaikku, Simon. Lalu kami pun pulang dari makam. Dan aku mengatakan kepada keluargaku bahwa aku telah menjadi Mualaf dan aku ingin sekali mengajak keluargaku semua untuk masuk agama Islam. Ternyata, keluargaku semua setuju untuk masuk agama Islam.
Aku senang sekali keluargaku telah masuk Islam karena kami bisa menjalani puasa di bulan Ramadhan dan merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluargaku. Lalu aku mengganti namaku menjadi Muhammad Alberto Al-hafeezi. Lalu, semua anggota keluargaku juga mengganti namanya. Dan kami telah menjadi keluarga Islam.
Sebulan kemudian, aku menikah dengan Dela. Ribuan undangan pun disebar ke seluruh dunia untuk mengundang semua teman-temanku di seluruh dunia, termasuk temanku Panji yang sedang ada di Jepang. Panji datang ke pernikahanku bersama dengan kekasihnya yang bersal dari Jepang…
“ Alberto, selamat ya atas pernikahanmu dengan Dela… ” kata Panji sambil memelukku.
“ Iya, sama-sama Panji, kamu nyusul ya. Eh Panji, ini siapa ? ” tanyaku
“ Ohh, ini kekasihku, namanya Yunika Hanawari… ” kata Panji
“ Ohh, salam kenal… ” kataku sambil berjabat tangan dengan Yunika.
Yunika hanya tersenyum kepadaku, mungkin dia masih belum maksud bahasa Indonesia. Setelah menikah aku, istriku, dan keluargaku pindah dan menetap di New York, Amerika Serikat. Lima bulan kemudian, sepucuk undangan datang ke rumahku. Ternyata itu adalah undangan pernikahan Panji. Maka aku kembali ke Indonesia untuk menghadiri pesta pernikahan Panji. Namun setelah itu, aku harus kembali ke Amerika karena masih banyak kerjaanku yang belum selesai. Selain aku menjadi Arsitek, disana aku juga menjadi dosen Matematika di Universitas Harvard.
Kini, aku telah puas terhadap apa yang aku raih. Tapi, aku tetap tidak sombong dan aku masih mau membantu sesama manusia yang masih kurang bahagia. Aku sangat bersyukur kepada Alloh SWT yang telah memberikan rahmat kepadaku, istriku, dan keluargaku. Kini, aku telah bahagia dan semoga kebahagiaan ini akan abadi selamanya.
Langganan:
Postingan (Atom)